Latar Belakang Indonesia Meratifikasi Protocol Carta Gena

LATAR BELAKAN INDONESIA DALAM MERATIFIKASI PROTOCOL CARTA GENA

Keanekaragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi di antara berbagai makhluk hidup serta antara mereka dengan lingkungannya; Keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk sederhana seperti jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu berpikir seperti manusia; Keanekaragaman hayati ialah fungsi-fungsi ekologi atau layanan alam, berupa layanan yang dihasilkan oleh satu spesies dan/atau ekosistem (ruang hidup) yang memberi manfaat kepada spesies lain termasuk
manusia (McAllister 1998); Keanekaragaman hayati merujuk pada aspek keseluruhan dari system penopang kehidupan, yaitu mencakup aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta aspek system pengtahuan dan etika, dan kaitan di antara berbagai aspek ini;
Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) memberikan pengaruh besar bagi kehidupan manusia. Modernisasi yang hamper terjadi di segala bisang, kemajuan ini bertujuan memberikan kemudahan-kemudahan bagi keberlangsungan hidup manusia manusia tapi disisi lain juga memberikan dampak negative kemajuan yang terjadi di hamper semua bidang membuat Negara di dunia bersaing untuk menjadi yang terdepan dalam memajukan teknologinya. Eksploitasi alam secara berkesinambungan jika tidak di kendalikan hal ini akan berdampak pada kerusakan ekosistem alam dan kwalitas Sumber Daya Lingkungan Sekitar.
Keberadaan sebagian besar negara maju merupakan negara yang bertopang pada sistem industri tapi disisi lain memiliki potensi sumber daya alam yang kurang sebagai bahan baku industri, namun kapabilitas dan kredibilitasnya ternyata mampu mengolah sistem sumber daya alam mentah menjadi barang jadi. Dalam praktiknya seringkali negara maju mengeksploitasi negara-negara berkembang dan miskin yang pada beberapa kasus menimbulkan rusaknya alam di negara-negara berkembang dan miskin di berbagai belahan dunia.
Dalam era globalisasi terjadi kecenderungan bagi negara-negara industri maju untuk mengeksploitasi sumber daya alam negara-negara berkembang.Sebagian besar kelompok negara-negara maju ini menjalankan ekplorasi kepentingannya di negara berkembang malalui perusahaan multinasional (multinational corporations), sistem mekanisme investasi langsung (foreign direct investment) dan sistem perdagangan internasional.
Keberadaan perkembangan nilai-nilai kapitalisme-liberalisme, yang berada dalam selubung investasi asing dan perusahaan multinasional memang mempunyai peranan yang vital bagi output perekonomian dunia. Pada akhir tahun 2004, jumlah lalu-lintas FDI negara-negara maju terhadap negara berkembang mencapai 573.2 milyar US Dollar.
Dominasi liberalisme dan kapitalisme Negara-negara industri maju yang terealisasi melalui FDI dan MNC di membuat posisi tawar Negara-negara berkembang menjadi relatif lemah. Bahkan tidak jarang Negara-negaar maju bebas menguasai sumber daya alam Negara-negara berkembang dunia secara besar-besaran karena Negara berkembang yang bersangkutan telah terlilit hutang sehingga harus mentaati butir-butir kesepakatan yang didominasi oleh kepentingan Negara maju, antara lain melalui Lembaga Moneter Internasional (IMF, International Monetary Fund) dan Bank Dunia (World Bank). Jika dikaitkan dengan keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi Protokol Carta Gena maka hal ini akan membangun sikap kebersamaan bagi komunitas Negara-negara berkembang untuk melawan dominasi neo-liberalisme dan neo-kapitalisme negara-negara maju. melawan dominasi negara-negara industri maju yang seringkali mengekploitasi secara besar-besaran sumber daya alam di Negara-negara berkembang.
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelago State) karena Indonesia terdiri dari belasan ribu pulau yang tersebar dari Sabang-Merauke. Sebagai Negara kepulauan Indonesia memiliki kekayaan hayati yang berlimpah Indonesia sebagai negara super kaya. Keanekaragaman hayati tentu sangat berkepentingan. ‘’Potensi keanekaragaman hayati Indonesia bisa mencapai nilai jutaan dollar”.
Secara umum hampir di seluruh jenis sumber daya alam (SDA) dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitas dari waktu ke waktu. Penurunan terjadi karena keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan. Pengelolaan SDA dan lingkungan hidup tidak dilakukan sesuai dengan daya dukung sehingga menyebabkan terjadinya krisis pangan, air, energi, dan lingkungan. Luas hutan Indonesia tahun 1999 mencakup 111,5 juta hektare. Sejak tahn 1990, laju deforestasi (pemebukaan hutan) meningkat pesat, yaitu dari 1,6 juta hektare/tahun menjadi 2,5 juta hektare/tahun pada kurun waktu 1998-2001. Laju deforestasi lantaran terjadinya perubahan/konservasi kawasan hutan menjadi permukiman, perindustrian, dan pertambangan, serta maraknya praktik illegal logging.
Kurun waktu 20 tahun mendatang luas hutan di Indonesia akan berkurang 15-32,5 juta hektare. Ini berakibat berkurangnya kualitas keanekaragamanan hayati di dalamnya yang berimplikasi kepada penurunan kualitas pasokan air bersih bagi sejumlah sungai-sungai penting," untuk mewujudkan kemampuan bangsa dalam pendayagunaan sumber daya alam dan perlindungan fungsi lingkungan hidup secara berkelanjutan, berkeadilan, dan berkeseimbangan, untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, dibutuhkan sejumlah langkah konkret.



Hasil atau pendapatan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam diarahkan untuk diinvestasikan kembali guna menumbuh kembangkan upaya pemulihan, rehabilitasi dan pencadangan untuk kepentingan generasi sekarang mapun generasi mendatang. Sumber daya alam mesti dikelola dengan perimbangan upaya reklamasi dan pencarian sumber alternatif atau bahan substitusi yang terbarukan dan yang lebih ramah lingkungan. Hasilnya untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dengan diinvestasikan pada sektor lain yang produktif dan untuk rehabilitasi, penyelamatan, dan konservasi kawasan tertentu, serta untuk memperkuat pendanaan dalam rangka pencarian sumber-sumber alam alternative kaitannya dengan konservsi keanekaragamanan hayati
Berbagai penelitian lingkungan yang dilakukan menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pengeksplorasian yang cenderung ke arah “pengeksploitasian” baik terhadap sumber daya alam maupun pengembangan konsep pembangunan yang tidak memperhatikan keseimbangan ekologi/lingkungan hidup adalah penyebab utama dari perubahan iklim/suhu saat ini. Kegiatan-kegiatan penebangan hutan yang hanya mementingkan aspek komersial dan melupakan aspek berkelanjutan terhadap makhluk-makhluk tersebut telah membawa penurunan kwalitas lingkungan alam.Wilayah hutan di Indonesia khusunya dan negara-negara dunia pada umumnya banyak yang ditemukan gundul sementara hutan adalah paru-parunya dunia yang dapat menetralisir gas-gas beracun. Disamping pula kegiatan pembangunan yang tidak memperhatikan konsep pembangunan yang ramah lingkungan dan berkesinambungan telah membuat lapisan ozone di atas kita semakin menipis dan berlubang yang membuat sinar ultraviolet matahari tidak terfilterkan semestinya akibat penggunaan alat-alat yang dekat dengan kita seperti lemari pendingin/refigrator, pendingin ruangan, bahan-bahan semprot dan busa-busa yang mengandung Chloroffluorocarbon. Kondisi ini semakin memperparah kwalitas lingkungan alam dan juga kwalitas hidup makhluk hidup khususnya manusia.Salah satu penyakit yang sangat dimungkinkan akibat sengatan ultraviolet ini adalah kanker kulit. Ironisnya, alat-alat itupun menjadi bahagian yang dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Kejadian-kejadian ini pun semakin diperparah oleh adanya kondisi peperangan di berbagai belahan dunia.
Saat ini memang banyak diadakan oleh pemimpin negara-negara di dunia dan juga para pihak pemikir dan ahli masalah lingkungan hidup dari lingkungan pemerintahan dan non pemerintahan untuk sama-sama berupaya melindungi lingkungan alam dari efek kegiatan pengeksploitasian dan pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan hidup. Namun pada kenyataannya, upaya-upaya ini masih menghadapi tantangan kalau tidaklah kita mau katakan mengalami hambatan, dengan adanya kebutuhan pembangunan bagi perekonomian negara-negara didunia.Hal ini terbesit dalam beberapa pertemuan internasional baik yang diselenggarakan di Montreal Kanada tahun 1987 yang membicarakan salah satunya masalah efek dari industrialisasi dan sepuluh tahun kemudian. juga Konperensi yang diselenggarakan di Kyoto tahun 1997 tentang Perubahan Iklim yang kesemua pemecahannya memerlukan tidak saja membutuhkan komitmen tetapi juga tanggung jawab global negara-negara di dunia, khususnya negara-negara besar. Ironis diantara negara-negara ini masih tidak ingin terikat terhadap kesepakatan yang pada intinya adalah untuk menyelamatkan manusia dan lingkungannya.
Berbagai alasan diketemukan mengenai keberatan para pihak untuk tidak serta merta meratifikasi kedua konvensi di atas, antara lain efek dari hilangnya keuntungan dari sektor industrialisasi mereka dan juga mengenai kesempatan kerja di dunia maju khususnya, sehingga memerlukan waktu bagi negara-negara yang erat dengan industrialisasi di atas untuk mengadakan penyesuaian. Berkenaan dengan hal ini, Pengesahan cartagena protocol on biosafety to the convention on biological diversity (protokol cartagena tentang Keamanan hayati atas konvensi Keanekaragaman hayati
Bagi Indonesia sendiri, permasalahan penurunan kwalitas keanekaragamanan hayati bukanlah menjadi masalah baru. Permasalahan inipun menjadi fokus perbaikan ke depannya sehingga penanganannya sudah menjadi sangat penting untuk menjadi prioritas kerja ke depannya. Hal ini sudah barang tentu menjadi tanggung jawab secara kolektif (tidak bisa pemerintah atau pun satu pihak saja). Indonesia yang dalam kurun waktu 5 tahun ini mengalami bencana sudah banyak menanggung kerugian khususnya yang akan dirasakan bagi generasi mendatang. Dalam kasus lingkungan hidup, malahan, pada kenyataannya Indonesia dianggap menjadi salah satu negara yang mempunyai andil yang sangat besar terhadap upaya kelestarian lingkungan dunia dikarenakan hutan-hutan di Indonesia menjadi salah satu paru-paru dunia.
Menurut catatan para pemerhati lingkungan hutan Indonesia sebagian besar hutan Indonesia khususnya di Pulau Jawa telah mengalami kerusakan. Penelantaran terhadap perlindungan keanekaragamanan hayati inilah yang saat ini menjadi penyebab terjadinya bencana yang memakan banyak kerugian dengan adanya bencana kekeringan dan banjir dan tanah longsor. Semua kejadiannya ini selayaknya menjadi cermin agar menghindari melakukan langkah-langkah yang dapat mencegah kerusakan keanekaragamanan hayati, dari hal yang sekecil mungkin, antara lain menjaga kwalitas lingkungan sekitar dengan menjaga kebersihan dan mulai memperhatikan gaya hidup yang ramah lingkungan dan konsumtif terutama dalam hal penggunaan sarana-sarana angkutan yang membutuhkan pembakaran. Karena untuk saat ini dan mungkin dalam jangka panjang, Indonesia akan mengalami keterbatasan akan adanya udara yang bersih atau bahkan air bersih.
Perkembangan dan upaya-upaya yang saat ini sedang dilakukan oleh para pemimpin bangsa di dunia pada umumnya,dan Pemerintah Indonesia pada khususnya tidaklah jauh berbeda dari rasa kekhawatiran waku yang secara implisit mengkhawatirkan kehidupan yang saat ini sedang terjadi. Untuk tetap menjaga kwalitas Keanekaragaman hayati untuk dalam upaya menjaga kwalitas Keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati bagi manusia adalah pendukung kehidupan. Ia memberi manusia memperoleh ruang hidup, dan di dalam ruang hidup itu tersedia bekal kehidupan (flora, fauna, dan sebagainya) untuk dikelola secara bijaksana oleh manusia, dimana sebenarnya manusia sendiri adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati. Meskipun begitu, masih banyak yang belum memahami pentingnya peran keanekaragaman hayati sebagai penopang kehidupan. Oleh sebab itu, saat ini sangat mendesak untuk dilakukan langkah-langkah penting peningkatan kesadaran publik terhadap fakta dan permasalahan keanekaragaman hayati (KH). Seluruh komponen masyarakat harus memahami biaya sosial dan biaya lingkungan dari penurunan kwalitas keanekaragaman hayati. Prioritas layak diberikan pada pemberdayaan konstituen keanekaragaman hayati di tingkat Nasional maupun Internasional.
Penurunan mutu dan jumlah keanekaragaman hayati (KH) serta dampaknya terhadap keadaan fisik dan sosio-ekonomik merupakan indikasi terhadap kebutuhan mendesak terhadap perencanaan dan pengelolaan terintegrasi di Indonesia. Selain itu, diperlukan juga perlindungan dan pemantauan yang lebih
baik, penelitian dan kajian yang lebih ekstensif tentang kekayaan dan sumbersumber keanekaragaman hayati, serta prakarsa dan kerja-kerja pengembangan masyarakat yang lebih intensif untuk memberdayakan dan memperbaikinya. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini adalah tidak adanya suatu sistem informasi yang terintegrasi antara instansi terkait di pusat dan daerah. Sistem
informasi ini diperlukan sebagai acuan bagi pemerintah di pusat maupun daerah agar perumusan kebijakan dan program pembangunan SDA dan LH lebih komprehensif, sinergis (antar sektor), cepat, dan tepat.


DAFTAR PUSTAKA
http://www.baungcamp.com
http://www.bappenas.go.id
http://www.aseanbiodiversity.org

Followers