Kebijakan Politik Obama di Iran

Barack Obama Jumat (10/1) usai mengumumkan pejabat tinggi intelejen pemerintahannya menyatakan bahwa Iran adalah ancaman riil bagi keamanan negaranya. Pada kesempatan tersebut Obama juga mengatakan bahwa tim keamanan nasionalnya belum menentukan kebijakan jelas tentang Iran.

Statemen anti Iran Obama bukanlah statemen baru. Bagaimanapun, sikap Obama tersebut menunjukkan bahwa ia tetap mengekor Bush dari pada menentukan politik independen yang realistis dalam kebijakan luar negerinya.

Di saat Obama menyatakan Iran sebagai ancaman bagi keamanan AS, politik intervensi negara ini telah memercikkan api peperangan di Timur Tengah dan pertumpahan darah di kawasan. Faktanya, politik Bush selama delapan tahun masa pemerintahannya tidak menyisakan apapun bagi Timur Tengah kecuali instabilitas dan terorisme di Irak dan Afghanistan serta pembantaian warga Palestina di tangan Rezim Zionis Israel.

Meski Obama belum resmi menduduki kursi kepresidenan yang tinggal sembilan hari lagi, namun statemennya terkait Iran menunjukkan bahwa pemerintahan AS belum memahami realitas bahwa periode politik sepihak akan berakhir dan Gedung Putih terpaksa menerima kondisi baru.

AS dalam tiga dekade lalu pernah memberikan lampu hjau kepada rezim Saddam untuk menyerang Iran dan menduduki Kuwait. Beberapa tahun kemudian, AS menduduki Afghanistan dan Irak dengan alasan pemusnahan senjata pembunuh massal Irak dan pemberantasan terorisme. AS yang kini tengah diterpa krisis ekonomi berusaha menutupi kerugiannya dari kantong negara-negara regional dengan mengumbar klaim bohong terkait perwujudan keamanan dan kekhawatiran terhadap aktivitas nuklir Iran serta penebaran sentimen anti-Iran.

Obama: Iran adalah Ancaman Utama Amerika dan Sekutunya

Dalam kondisi seperti ini, berjalan di jalur keliru serta penggunaan diplomasi dan logika Bush yang terbukti gagal, tidak hanya akan mencoreng kredibilitas kebijakan luar negeri Obama, bahkan akan semakin menonjolkan kelemahan politik luar negeri AS. Atas dasar tersebut, para analis politik telah mengingatkan agar Obama merombak politik luar negeri AS dan menebus kesalahan masa lalu sebelum mengambil keputusan.

Kebijakan tersebut sangat penting apalagi menyangkut Iran dan diharapkan Obama bisa memahami fakta bahwa Republik Islam Iran merupakan pemerintahan independen yang didukung oleh rakyat dan tidak membutuhkan AS serta kekuatan adidaya lainnya. Bagimanapun, AS dengan politik ancaman, klaim infaktual, dan agitasi, tidak bisa mengabaikan peran kunci dan berpengaruh Iran dalam menjaga stabilitas dan kemananan kawasan.(irib)



Obama dan Dunia Islam

Oleh Zuhairi Misrawi

Dalam kampanyenya, Presiden Amerika Serikat terpilih, Barack Obama, berjanji akan mengunjungi negara Muslim untuk menyampaikan visinya.

Setelah terpilih, dia menegaskan kembali tentang pentingnya hubungan AS dengan negara-negara Muslim. Ada sejumlah negara Muslim yang akan menjadi tujuan kunjungannya pertama, yaitu Mesir, Turki, Qatar, dan Indonesia. Kunjungan itu amat penting, terutama dalam rangka mendengarkan langsung visi pemerintahan Obama terhadap dunia Islam.

Sejauh ini sikap yang mengemuka dari dunia Islam terhadap Obama terbelah dua. Pertama, sikap optimis. Dalam banyak kesempatan, dunia Islam secara umum menyambut terpilihnya Obama sebagai langkah maju bagi demokrasi dan kebijakan politik di Timur Tengah.

Hashem Soleh (2008) menyatakan, Obama merupakan harapan bagi semua pihak untuk tegaknya demokrasi di Timur Tengah. Pada prinsipnya, Obama akan mengubah desain demokrasi secara umum. Demokrasi secara nyata dan substantif telah memberikan kemungkinan tentang perubahan.

Darah Muslim

Obama yang mempunyai pertalian darah Muslim dengan bapaknya sudah tidak diragukan oleh sebagian pihak akan mengeluarkan kebijakan yang lebih positif terhadap Timur Tengah. Karena itu, pimpinan Hamas menyambut positif terpilihnya Obama yang akan membawa pembaruan dalam peta politik di Timur Tengah.

Kedua, sikap pesimis. Yang paling menonjol menyatakan sikap pesimis tentu adalah Iran, utamanya Ahmadinajed. Hubungan AS-Iran yang kurang baik dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap AS. Obama, menurut Ahmadinajed, tidak akan membawa perubahan yang signifikan dalam politik Timur Tengah dan dunia Islam pada umumnya, khususnya Iran.

Meskipun Obama dalam kampanye dan debat politik melawan John McCain tetap pada sikapnya untuk bernegosiasi dengan Iran, Ahmadinajed sudah kehilangan kepercayaan terhadap AS.

Kecurigaan terhadap politik luar negeri AS bukan hal yang tidak beralasan. Sebab, AS sudah terbukti menggunakan ”tangan besi” untuk melakukan perang terhadap pihak mana pun yang dianggap mengancam dan mengganggu kepentingan politiknya. Perang hampir menjadi bagian terpenting dalam bentangan politik luar negeri AS.

Menyikapi kedua pandangan tersebut, sebenarnya ada hal yang menarik diketahui publik. Pandangan Obama terhadap dunia Islam sebenarnya bisa dimulai dari pengalaman dan pandangannya tentang Indonesia. Ia mempunyai catatan kritis yang akan membentuk pandangannya terhadap dunia Islam.

Dalam buku The Audacity of Hope: Thoughts on Reclaiming The American Dream, Obama memberi catatan betapa citra AS di dunia Islam, khususnya di Indonesia, yang menurut dia makin terpuruk.

Setidaknya dalam sebuah survei yang dirilis pada tahun 2003, publik menganggap Osama bin Laden lebih baik dibandingkan dengan George W Bush.

Sebagaimana yang terjadi di negara-negara Muslim lainnya, menurut Obama, di Tanah Air telah terjadi pergeseran yang bersifat signifikan, yaitu perihal pertumbuhan Islam yang militan dan fundamentalis. Obama menambahkan, partai-partai Islam membuat salah satu blok politik terbesar, dengan agenda penegakan Syariat Islam.

Intervensi Timur Tengah, khususnya pemimpin Wahabi, telah mengucurkan dana untuk membangun sekolah dan masjid yang mulai bermunculan di pedesaan.

Sikap yang disampaikan secara eksplisit oleh Obama merupakan penggambaran yang lebih luas tentang dunia Islam. Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dapat dijadikan sebagai contoh terbaik untuk melihat realitas dunia Islam secara lebih luas.

Meski demikian, Obama juga berupaya jujur melihat fenomena tersebut. Menguatnya radikalisme bukanlah sesuatu yang taken for granted, tetapi juga bisa dibaca sebagai dampak dari kebijakan politik luar negeri AS yang tidak tepat.

Sejak Perang Dingin, AS telah membuat kesalahan yang dampaknya mulai terasa sekarang. Dukungannya terhadap Taliban pada Perang Dingin saat melawan Uni Soviet telah memukul balik AS sendiri. Taliban merupakan ”anak haram” AS karena mereka awalnya mendapatkan latihan dan dukungan persenjataan dari AS.

Selain itu, kebijakan perang melawan Irak merupakan kesalahan lain yang memperpanjang imaji buruk AS di mata dunia pada umumnya, dan dunia Islam secara khusus. Kebijakan tersebut telah menjadikan kelompok militan terkonsolidasi dan mempunyai alasan kuat untuk melakukan aksinya. Tidak menutup kemungkinan, benih-benih terorisme justru bermunculan akibat kebijakan politik yang salah itu.

Obama menulis, ”Kadang-kadang, kebijakan luar negeri AS telah berpandangan jauh, sekaligus bermanfaat bagi kepentingan nasional, cita-cita, dan kepentingan bangsa lain. Di saat lain, kebijakan-kebijakan tersebut telah salah jalan, didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru, sehingga mengabaikan aspirasi orang lain, melemahkan kredibilitas dan menciptakan dunia yang lebih berbahaya.”

Tentu saja, pandangannya yang jujur dan jernih ini akan memberikan nuansa yang lebih positif bagi kebijakan luar negeri AS pada masa mendatang. Obama berupaya melihat persoalan yang terjadi di dunia Islam bukan dari ”fakta” yang tampak di permukaan, melainkan justru dari sesuatu yang menjadi dasar dan sebab munculnya fakta itu.

Pandangan obyektif tersebut akan memberikan dampak yang amat luar biasa karena bagaimanapun keterlibatan AS dalam menciptakan demokrasi di dunia Islam sangat penting, baik secara langsung maupun tidak langsung. Artinya, kebijakan politik yang mengedepankan diplomasi, negosiasi, dan persuasi akan memberikan kesan bahwa AS mempunyai ketulusan dan kejujuran dalam membangun demokrasi.

Israel-Palestina

Satu hal yang sedang ditunggu oleh dunia Islam adalah kebijakan Obama soal konflik Israel-Palestina. Dalam beberapa tahun terakhir sudah muncul tanda-tanda baik perihal penyelesaian konflik akut tersebut dengan cara mengakui kemerdekaan Palestina dan Israel. Satu bangsa dengan dua negara. Dalam konflik Israel-Palestina, kerumitan yang sulit dipecahkan adalah perihal konflik internal antara faksi Fatah dan faksi Hamas. Pada 9 Januari nanti pemerintahan Mahmud Abbas berakhir, sementara hingga kini belum dilangsungkan pemilu. Kedua faksi bersikukuh pada sikapnya masing-masing perihal pelaksanaan pemilu.

Meskipun demikian, posisi AS dalam soal Israel-Palestina amat menentukan. Sebab, Israel tidak bisa bertindak apa-apa tanpa dukungan AS. Di sinilah sikap Obama ditunggu dengan harap cemas oleh dunia Islam.

Pada akhirnya, relasi AS dengan dunia Islam harus bersifat mutualistik. Di satu sisi AS harus mampu memahami akar-akar masalah yang menyebabkan munculnya konflik, terorisme, dan krisis demokrasi di dunia Islam, tetapi di sisi lain dunia Islam juga mesti mempunyai komitmen yang kuat untuk mewujudkan perdamaian, toleransi, dan demokrasi. Masalah utamanya, yaitu kurangnya komitmen membangun kultur kebangsaan yang mengakui perbedaan dan keragaman. Kebinekaan kerap kali dibunuh atas nama agama dan penyeragaman.

Zuhairi Misrawi Direktur Eksekutif Moderate Muslim Society (MMS); Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia



POLITIK: Obama Baru Iran duta Met Dengan keragu-raguan

TERJEMAHAN

Berkeley, California, Feb 26 (IPS) - Penunjukan Dennis Ross sebagai penasihat khusus untuk US Sekretaris Negara Hillary Clinton telah menemukan reaksi yang dingin di Teheran kebijakan Amerika Serikat dan beberapa kalangan.

"The appointment of Ross is an apparent contradiction with [President Barack] Obama's announced policy to bring change in United States foreign policy," said Iran's State Radio on Wednesday, accusing Ross of being in league with Israel. "Penunjukan Ross adalah jelas kontradiksi dengan [Presiden Barack] Obama's mengumumkan kebijakan untuk membawa perubahan dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat," kata Radio Iran Negara pada Rabu, accusing Ross yang berada di liga dengan Israel.

Announcing the long-anticipated appointment, State Department spokesman Robert Wood said that Ross would offer "strategic advice" and perspective on the region, coordinate new policy approaches and take part in "inter-agency activities." Mengumumkan lama diantisipasi janji, juru bicara Departemen Negara Robert Wood mengatakan bahwa Ross akan menawarkan "saran strategis" dan pada perspektif wilayah, koordinasi kebijakan baru pendekatan dan ambil bagian dalam kegiatan antar-lembaga. "

"It would have been so much better to pick Ariel Sharon or Ehud Olmert as special envoy to Iran," joked Kazem Jalali, a conservative member of the National Security and Foreign Policy Commission of Iran's Parliament. "Ini akan sangat lebih baik untuk memilih Ariel Sharon atau Ehud Olmert sebagai utusan khusus ke Iran," joked Kazem Jalali, konservatif anggota Keamanan Nasional dan Komisi Kebijakan Luar Negeri Iran Parlemen.

"The appointment of Dennis Ross, whose track record shows his unacceptable radical viewpoints about Iran, is inconsistent with Mr. Obama's claims about his willingness to create change in Iran-US relations and contains no positive messages for Iran," Jalali told IPS in a telephone interview from Tehran. "Penunjukan Dennis Ross, yang merekam lagu itu tidak dapat diterima menunjukkan pandang radikal tentang Iran, adalah tidak konsisten dengan Mr Obama's klaim tentang keinginan nya untuk membuat perubahan dalam hubungan Iran-US dan tidak mengandung pesan positif untuk Iran," Jalali kepada IPS dalam sebuah wawancara telepon dari Teheran.

Ross, who is currently a counselor at the Washington Institute of Near East Policy, served as the point person on the Israeli-Palestinian peace process in the Bill Clinton and George HW Bush administrations. Ross, yang saat ini konselor di Washington Institut Kebijakan Timur Dekat, menjabat sebagai titik orang di Israel-Palestina dalam proses perdamaian Bill Clinton dan George HW Bush administrasi. He has advocated tough policies to force Tehran to halt its nuclear programme, which Iranian authorities have repeatedly said is for peaceful purposes. Dia telah advocated kebijakan sulit untuk memaksa Teheran untuk mempersinggahkan program nuklir nya, yang telah berulang kali otoritas Iran mengatakan adalah untuk tujuan damai.

Mohammad Abtahi, a former deputy to President Mohammad Khatami, believes that Iranians must face this appointment cautiously. Mohammad Abtahi, mantan deputi ke Presiden Mohammad Khatami, percaya bahwa Iranians wajah ini harus hati-hati janji. "Difficult circumstances are shaping up for Iran, as though everything is heading toward a final ultimatum," said Abtahi, a moderate ranking cleric in Tehran, told IPS. "Keadaan yang sulit untuk membentuk Iran, seolah-olah semuanya kepala menuju akhir ultimatum," kata Abtahi, sedang peringkat pastur di Teheran, kepada IPS. "I think things are heading toward a point where a unanimous confrontation of Iran may coalesce." "Saya kira ada yang kepala menuju satu titik di mana suara dari konfrontasi Iran Mei bersatu."

Sadegh Zibakalam, a political analyst at Tehran University, said he was not surprised by the appointment. Sadegh Zibakalam, seorang analis politik di Universitas Teheran, mengatakan ia tidak terkejut dengan penunjukan. "You will find few political figures within the US foreign policy establishment who have a background of friendship or a positive outlook toward Iran," Zibakalam told IPS in a telephone interview. "Anda akan menemukan beberapa tokoh-tokoh politik dalam pembentukan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang memiliki latar belakang persahabatan atau pandangan yang positif terhadap Iran," Zibakalam kepada IPS dalam sebuah wawancara telepon.

"This is only natural, just as you will not be able to find a single public figure, either fundamentalist or reformist, among Iranian politicians who may have publicly defended the idea of establishing dialogue with the US or one who may have declared that animosity with the US is detrimental to Iran's national interests," he added. "Ini hanya alam, seperti yang Anda tidak akan dapat menemukan satu tokoh masyarakat, baik fundamentalis atau pendukung perubahan, antara Iran politisi yang mungkin publik defended gagasan untuk mendirikan dialog dengan AS atau yang mungkin telah dinyatakan bahwa dengan dendam Amerika Serikat adalah yg ke Iran kepentingan nasional, "tambahnya.

"Likewise in the US, there are some who oppose relations with Iran due to Iran's nuclear programme, its policy vis-a-vis Israel, and its violations of human rights," he added. "Begitu juga di AS, ada beberapa yang menentang hubungan dengan Iran karena program nuklir Iran, dan kebijakan mengenai Israel, dan pelanggaran hak asasi manusia," tambahnya.

Since Obama's election, many rightwing politicians in Iran have argued that there is no real difference between George W. Bush and the new president, save for their rhetorical tones. Obama sejak dari pemilihan, banyak politisi rightwing di Iran telah menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara George W. Bush dan presiden baru, untuk menyelamatkan mereka retorik dering. They believe Bush was plotting a military overthrow of the current Iranian regime headed by President Mahmoud Ahmadinejad, while Obama is pursuing more of a "velvet revolution." Mereka percaya Bush telah plotting militer yang menggulingkan rezim Iran saat ini dipimpin oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad, sementara Obama mengejar adalah lebih dari sebuah "revolusi beludru".

"Some people in Iran or in the Middle East may be under the impression that Obama's promise of change in US foreign policy may have a far reaching extent," said Elaheh Koolaee, a former member of Parliament and professor at Tehran University. "Beberapa orang di Iran atau di Timur Tengah mungkin di bawah kesan bahwa Obama janji perubahan dalam kebijakan luar negeri AS mungkin telah mencapai taraf yang jauh," kata Elaheh Koolaee, mantan anggota parlemen dan profesor di Universitas Teheran.

"Mr. Ross's appointment shows a continuation of existing US foreign policy in the region, not a change," she told IPS. "Bapak Ross's penunjukan menunjukkan lanjutan dari kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang ada di daerah, yang tidak berubah," ujarnya kepada IPS.

Although it's not clear how the Obama administration's special envoy will bring change to US-Iran relations and initiate a dialogue with Tehran, he is not the only player to have a significant role in any thaw. Walaupun tidak jelas bagaimana Obama administrasi dari utusan khusus akan membawa perubahan ke US-hubungan Iran dan melakukan dialog dengan Teheran, dia bukan satu-satunya pemain memiliki peran penting dalam perbaikan.

"It's my understanding that Undersecretary of State Bill Burns will continue to play a key role in formulating Iran policy, which I think is an ideal choice," said Karim Sadjadpour, a leading Middle East researcher at the Carnegie Endowment for International Peace in Washington. "It's my memahami bahwa wakil menteri luar negeri Bill Burns akan terus memainkan peran penting dalam merumuskan kebijakan Iran, yang saya pikir merupakan pilihan tepat," kata Karim Sadjadpour, terkemuka Timur Tengah peneliti di Carnegie anugerah for International Peace di Washington.

"He's a highly intelligent and capable diplomat, and at the same time very thoughtful and respectful," he told IPS. "Dia yang sangat cerdas dan mampu diplomat, dan pada saat yang sama sangat bijaksana dan hormat," katanya kepada IPS. "He's got the perfect temperament to deal with the Iranians, [and] our European allies hold him in great esteem, as do the Russians and Chinese." "He's got the perangai sempurna untuk berurusan dengan Iranians, [dan] kami Eropa sekutunya terus dia dalam menghargai besar, seperti yang dilakukan Rusia dan Cina."

After former Senator George Mitchell, who was appointed special envoy to the Middle East, responsible for Israeli-Palestinian negotiations, and experienced diplomat Richard Holbrooke, who was a key figure in the Clinton administration's effort to end the war in Bosnia, appointed as special representative on Afghanistan and Pakistan, Ross is the third appointee on the Persian Gulf region, including Iran and southwest Asia. Setelah mantan Senator George Mitchell, yang ditunjuk sebagai utusan khusus untuk Timur Tengah, bertanggung jawab dalam negosiasi Israel-Palestina, dan berpengalaman diplomat Richard Holbrooke, yang adalah seorang tokoh kunci dalam administrasi Clinton dari upaya untuk mengakhiri perang di Bosnia, khusus ditunjuk sebagai wakil di Afghanistan dan Pakistan, Ross adalah appointee ketiga di wilayah Teluk Persia, termasuk Iran dan Asia barat daya.

Unlike Mitchell and Holbrooke, who have the title of "special envoy", Ross's title is "special advisor", signaling that Clinton expects him to play a somewhat different role. Tidak seperti Mitchell dan Holbrooke, yang memiliki judul "utusan khusus", Ross judul adalah "khusus penasihat", signaling Clinton bahwa dia berharap untuk memainkan peran yang berbeda.

"The priority for the Obama administration will be on the US and world economy and they don't want to try to make major foreign policy moves at the same time they are concentrating on rebuilding the economic structure of the world," Prof. William Beeman,, a specialist in Middle East Studies at the University of Minnesota, told IPS. "Prioritas untuk Obama administrasi akan di Amerika Serikat dan ekonomi dunia dan mereka tidak ingin mencoba untuk membuat kebijakan luar negeri utama bergerak pada saat yang sama mereka akan berkonsentrasi pada pembangunan kembali struktur ekonomi dunia," Prof William Beeman ,, pakar Studi di Timur Tengah di University of Minnesota, kepada IPS. "The administration does not expect him to do anything dramatic." "The administrasi tidak berharap dia untuk melakukan hal-hal dramatis."

Beeman believes that Ross's anti-Iran background could be an obstacle to initiating constructive talks. Beeman percaya bahwa Ross's anti-Iran latar belakang dapat menjadi kendala untuk melakukan pembicaraan konstruktif. "It is widely known that he is unacceptable to Iran, and no one believes that he can advance US -Iranian relations," he said, adding that, "He is signatory to the Project for a New American Century, which called for the invasion of Iraq in the 1990s, and a consultant to the AIPAC-supported Washington Institute for Near East Policy." "Sudah banyak diketahui bahwa ia tidak dapat diterima ke Iran, dan tidak ada seorangpun yang percaya bahwa ia dapat hubungan Iran-AS," katanya, menambahkan bahwa, "Dia adalah tangan Proyek untuk Abad Baru Amerika, yang dipanggil untuk invasi dari Irak pada tahun 1990-an, dan seorang konsultan ke AIPAC-didukung Washington Lembaga Kebijakan Timur Dekat. "

"The problem will arise if Netanyahu precipitates a crisis," stated Beeman. "Masalah akan timbul jika Netanyahu precipitates krisis," dinyatakan Beeman. "It is a gamble, but if the US does not seem to be too friendly toward Iran, it may keep the Israelis from panicking and taking some rash military action." "Ini merupakan spekulasi, tetapi jika AS sepertinya tidak terlalu ramah terhadap Iran, mungkin memelihara Israelis dari panicking dan ruam militer mengambil beberapa tindakan."

Others believe that Ross's appointment might actually prove effective. Lain percaya bahwa Ross dari janji mungkin sebenarnya membuktikan efektif. "President Obama cannot bring in untried people and run them against the Democratic Party, because if there is an opening with Iran, there will be a connivance of Israel, maybe a silent one, simply because the Israelis have to go along," Robert Baer, a former top Central Intelligence Agency operative and the author of "The Devil We Know: Dealing with the New Iranian Superpower", told IPS. "Presiden Obama tidak dapat membawa orang-orang belum dicoba dan berjalan mereka terhadap Partai Demokrat, karena jika ada yang membuka dengan Iran, akan terjadi secara diam-diam Israel, mungkin yang satu diam, hanya karena Israelis harus pergi bersama-sama," Robert Baer , mantan atas Central Intelligence Agency pembedahan dan penulis "The Devil We Know: Dealing dengan kekuatan Iran baru", kepada IPS.

Ali Reza Eshraghi, a former newspaper editor in Iran and a visiting scholar at the University of California, Berkeley, School of Journalism, told IPS that, "The United States and Israel's interests are blended in the Middle East and the appointment of Dennis Ross, who is completely familiar with both Tel Aviv and Washington, would be a positive factor in making the result of any negotiation in the future more effective." Ali Reza Eshraghi, mantan editor surat kabar di Iran dan mengunjungi sarjana di University of California, Berkeley, Sekolah Jurnalisme, kepada IPS bahwa, "Amerika Serikat dan Israel minat yang dijus di Timur Tengah dan penunjukan Dennis Ross, yang benar-benar akrab dengan kedua Tel Aviv dan Washington, akan menjadi faktor positif dalam membuat hasil negosiasi apapun di masa depan yang lebih efektif. "

But is Tehran ready to sit at the negotiating table? Tetapi Teheran siap untuk duduk di meja negosiasi? Iran's former vice president is not optimistic. Iran mantan Vice President tidak optimis.

"I believe there are problems with a lack of trust and optimism about results of a dialogue," said Abtahi. "Saya percaya ada masalah dengan kurangnya kepercayaan dan optimisme mengenai hasil dialog," kata Abtahi. "Iran has to come to terms with the fact that radical foreign policies are outdated. Also, Iran's interest in leadership of the world's anti-American movement is one added factor which altogether create an atmosphere where a dialogue is not received warmly." "Iran telah mencapai kata sepakat dengan fakta bahwa radikal asing kebijakan yang ketinggalan jaman. Selain itu, Iran dalam kepemimpinan di dunia gerakan anti-Amerika adalah salah satu faktor yang ditambahkan sekaligus membuat suasana di mana dialog tidak diterima hangat."



US-IRAN: berharap untuk Spontaneous Regime Change

WASHINGTON, Feb 11 (IPS) - Dengan baru US administrasi terletak nyaman dan pengaturan tujuan dan kebijakan politik, pemilihan looming Iran melemparkan panjang bayangan atas salah satu masalah thorniest: bagaimana untuk berurusan dengan Republik Islam.

"We will extend a hand if you are willing to unclench your fist," US President Barack Obama told adversaries of the US during his inauguration speech, a statement that mirrored his campaign promises to try "aggressive personal diplomacy" with Iran. "Kami akan memperpanjang tangan jika Anda bersedia unclench Anda fist," Presiden AS Barack Obama mengatakan kepada adversaries dari US selama pidato pembukaan, pernyataan yang dicerminkan janji kampanye nya untuk mencoba "agresif pribadi diplomasi" dengan Iran.

In press conferences Monday and Tuesday, both Obama and Iranian President Mahmoud Ahmadinejad seemed to unclench their fists a bit, perhaps paving the way for the first broad-based relations between the two countries since Iran's Islamic Revolution exactly 30 years ago. Dalam konferensi pers hari Senin dan Selasa, baik Obama dan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad tampaknya unclench mereka fists sedikit, mungkin paving jalan umum untuk pertama berbasis hubungan antara kedua negara sejak Revolusi Islam Iran persis 30 tahun yang lalu.

While listening to the two leaders speaking, dialogue seems almost inevitable, but that belies what is still a robust debate in policy circles in Washington with regards to exactly how and when to begin engagement. Sambil mendengarkan kedua pemimpin berbicara, dialog tampaknya hampir pasti terjadi, tapi apa yang belies masih kuat perdebatan kebijakan di kalangan di Washington dengan salam untuk persis bagaimana dan kapan akan mulai terlibat.

What, for example, did Obama mean when he raised the idea of talking to Iran "in the coming months?" Apa, misalnya, apakah berarti Obama ketika ia menaikkan idea to Iran "pada datang bulan?" With Iranian presidential elections slated for June, a process with no reliable polling to predict an outcome, a US choice of whether to begin the first steps of diplomacy before or after the results are known could have serious implications for any further engagement. Dengan pemilihan presiden Iran untuk slated Juni, sebuah proses yang tidak dapat diandalkan untuk memprediksi sebuah pemungutan hasil, AS pilihan apakah akan memulai langkah pertama dari diplomasi sebelum atau setelah hasil dapat diketahui ada implikasi serius untuk lebih terlibat.

When, on Saturday, former Iranian President Mohammed Khatami (1997-2005) threw his hat in the ring against the incumbent Ahmadinejad, those questions were brought into laser-focus. Ketika, pada hari Sabtu, mantan Presiden Iran Mohammed Khatami (1997-2005) ia melemparkan topi di ring terhadap kewajiban Ahmadinejad, pertanyaan yang telah dibawa ke laser-fokus.

A cleric and former two-term leader who won overwhelmingly in his two previous bids for the highest office in the Republic (though secondary to the Supreme Leader Ali Khamenei of the Islamic part of the nation's moniker), Khatami's presidency was characterised by his attempts at inclusion and dialogue. J pastur dan mantan pemimpin dua istilah yang sangat dalam memenangkan dua tawaran sebelumnya untuk kantor tertinggi di Republik (meskipun kedua ke Mahkamah Ali Khamenei Pemimpin Islam dari bagian dari bangsa moniker), Khatami dari presiden itu ditandai dengan-Nya pada upaya penyertaan dan dialog.

His efforts, however, were undermined both by some of Iran's hard-line clerical ruling class and the bellicose language of former US President George W. Bush, who, only weeks after Iran's robust cooperation early in the US campaign in Afghanistan, declared Iran as part of the "Axis of Evil". Usahanya, namun telah undermined baik oleh beberapa Iran garis keras memerintah klerkal kelas bahasa yg suka dan mantan Presiden AS George W. Bush, yang hanya minggu setelah Iran kuat kerjasama awal kampanye di AS di Afghanistan, Iran dinyatakan sebagai bagian dari "Axis of Evil". Khatami's presidency ended with the once-popular reform movement largely demoralised by concerns about its efficacy. Khatami dari presiden yang berakhir dengan sekali-populer gerakan reformasi besar demoralised oleh kekhawatiran tentang kemanjuran.

Given his record, Khatami may be the most appealing candidate for potential US interlocutors, but waiting to begin engagement on the hopes that he is elected could open him up to charges of being too cozy with the US Diberikan kepada catatan, Khatami mungkin yang paling menarik bagi calon potensial US interlocutors, tapi menunggu untuk mulai terlibat pada harapan bahwa ia bisa dipilih buka dia sampai biaya menjadi terlalu nyaman dengan US

"The last thing Khatami needs is to be considered America's candidate in the race," wrote Iran expert Trita Parsi on the Huffington Post blog. "Hal terakhir yang Khatami adalah kebutuhan yang harus diperhatikan calon dari Amerika dalam perlombaan," ahli wrote Iran Trita Parsi pada Huffington Post blog.

Conversely, engaging Iran under Ahmadinejad may be used to the sitting president's advantage by claiming that he won concessions from the US while Khatami's conciliatory tone and tenure brought only disappointment. Sebaliknya, menarik Iran di bawah Ahmadinejad dapat digunakan untuk duduk presiden dari keuntungan oleh mengklaim bahwa dia memenangkan konsesi dari Amerika Serikat saat Khatami dari kepemilikan dan bersifat mendamaikan nada hanya membawa kekecewaan.

But Parsi argues that even by engaging with Ahmadinejad in office, it may ease the road for Khatami if and when he wins office. Parsi tetapi argumen bahwa oleh menarik dengan Ahmadinejad di kantor, mungkin untuk memudahkan jalan Khatami jika dan ketika dia memenangkan kantor.

"[O]pponents to Ahmadinejad argue that they will have an easier time pursuing diplomacy with the US if negotiations are initiated already under Ahmadinejad and the conservatives," wrote Parsi. "[O] pponents ke Ahmadinejad menyatakan bahwa mereka akan memiliki waktu lebih mudah mengejar diplomasi dengan AS jika negosiasi yang dilakukan sudah di bawah Ahmadinejad dan conservatives," wrote Parsi. "It will simply be more difficult for the conservatives to oppose and undermine US-Iran talks if those talks began when a conservative held the presidency." "Ini akan lebih sulit untuk conservatives untuk menentang dan meremehkan US-Iran berbicara jika mereka berbicara pada saat yang konservatif mulai menjabat presiden."

Former top Iran adviser in the National Security Council under Pres. Mantan penasihat atas Iran di Dewan Keamanan Nasional di bawah Pres. Jimmy Carter (1977-1981) and Columbia University professor Gary Sick writes in the National Interest magazine that the US ought to make small gestures towards diplomacy, but be cautious about getting too involved both in diplomacy and the Iranian elections. Jimmy Carter (1977-1981) dan Universitas Columbia profesor Gary Sick menulis di majalah Menarik Nasional Amerika Serikat yang patut untuk membuat gerak-gerik kecil terhadap diplomasi, tetapi harus berhati-hati mengeluarkan terlalu terlibat baik dalam diplomasi dan Iran Pilkada.

"[A]ny overt attempt to skew the election will almost certainly fail and may backfire disastrously," wrote Sick, noting the unpredictability of Iranian elections. "[A] ny terang-terangan mencoba untuk berbuat curang pemilu hampir pasti akan gagal dan Mei backfire malapetaka," wrote Sick, yang mencatat unpredictability dari Iran Pilkada. "[H]owever, we can be certain that whatever we do (and that can include doing nothing at all) will be noted, registered and interpreted - probably overinterpreted - in Tehran." "[H] owever, kami dapat yakin bahwa apapun yang kita lakukan (dan yang dapat melakukan apa-apa di antara semua) akan dicatat, dan terdaftar diinterpretasikan - mungkin overinterpreted - di Teheran."

Sick, for his part, suggests that the US undertake the beginnings of "changing [the US's] posture" by inviting, perhaps through Iraq and Afghanistan themselves, cooperation on the US conflicts on either side of Iran - noting that with both Iraqi and Afghan elections forthcoming, timely work is essential. Sakit, bagian atas, menunjukkan bahwa Amerika Serikat melakukan permulaan dari "perubahan [dari US] sikap" dengan mengundang, mungkin melalui Irak dan Afghanistan sendiri, kerja sama di Amerika Serikat pada konflik baik dari pihak Iran - bahwa dengan kedua Irak dan Afganistan pemilu yg akan datang, waktu kerja adalah sangat penting.

He also calls for "largely symbolic steps" such as reaffirming 1981's Algiers Accords, which ended the Iran Hostage Crisis and contained a US pledge of non-interference in Iranian affairs; paving the way for US NGO's to work in Iran; and pursuing a US interests section in Tehran. Ia juga menyerukan "langkah besar simbolis" seperti reaffirming 1981 dari Aljazair Accords, yang berakhir dengan Krisis sandera Iran dan AS yang berjanji tidak campur dalam urusan Iran; paving the way for US LSM untuk bekerja di Iran, dan mengejar AS minat bagian di Teheran.

Otherwise, Sick recommend the US lay low diplomatically while forming a grand strategy for dealing with Iran. Jika tidak, Sick merekomendasikan US memusnahkan diplomatically sambil membentuk grand strategi untuk berhadapan dengan Iran.

"Iran's reaction [to these steps] would itself provide the most accurate and reliable guide for selecting and implementing a longer-term American strategy for the future," he wrote. "Reaksi Iran [untuk melakukan langkah-langkah] dengan sendirinya akan memberikan yang paling akurat dan panduan untuk memilih dan melaksanakan jangka panjang Amerika strategi untuk masa depan," dia menulis.

But not everyone is urging such caution with regards to the US's first diplomatic moves affecting the Iranian election. Tetapi tidak semua orang adalah urging seperti hati-hati dalam hal pertama US diplomat Iran bergerak mempengaruhi pemilihan. Writing from Iran in the New York Times, op-ed columnist Roger Cohen makes explicit his aims for quick, pre-election, though limited, engagement with Iran. Menulis dari Iran di New York Times, op-ed kolumnis Roger Cohen membuat eksplisit itu bertujuan untuk cepat, sebelum pemilu, meskipun terbatas, perjanjian dengan Iran.

"The West's strong interest lies in stopping another Ahmadinejad term. Given that Ahmadinejad thrives on confrontation, this isn't what Obama should dish out," he wrote. "The West kuat dari bunga terletak dalam menghentikan Ahmadinejad istilah lain. Mengingat Ahmadinejad berkembang di konfrontasi, hal ini tidak apa Obama harus mengeluarkan," he wrote. "Before the election, Obama must declare that the US does not seek regime change. […] Such measures would help Khatami or perhaps a conservative pragmatist […]." "Sebelum pemilihan, Obama harus menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak mencari rezim berubah. [...] Langkah-langkah seperti itu akan membantu Khatami atau mungkin konservatif seorang yg pragmatis [...]."

Others still advocate a policy of robust engagement early on for a variety of reasons. Lain masih advokasi kebijakan yang kuat pada awal keterlibatan karena berbagai alasan.

Former intelligence officer Col. Pat Lang writes in a National Journal forum that high-level "negotiations should begin very soon and should be conducted without preconditions." Mantan pejabat intelijen Col Pat Lang menulis dalam Jurnal Nasional bahwa forum tingkat tinggi "negosiasi harus dimulai secepat mungkin dan harus dilakukan tanpa prasyarat." He alludes to the right-wing government likely to come to power in this week's elections in Israel that will, absent a clear US policy, pursue its own agenda and put pressure on the US to adopt its tack. Dia alludes ke kanan pemerintah kemungkinan akan datang ke kuasa dalam minggu ini dari Pilkada yang akan di Israel, tidak ada kebijakan yang jelas US, mengejar agenda sendiri dan memberikan tekanan pada AS untuk mengadopsi-nya tack.

In the same forum, Hillary Mann Leverett, a long-time State Department official who spent years across the table from Iranians, said that incremental, tactical engagement coupled with an overall isolationist strategy has hurt - not helped - US interests, leading her to "think big". Dalam forum yang sama, Hillary Mann Leverett, waktu yang panjang-Negara Departemen resmi yang dikeluarkan tahun di seluruh tabel dari Iranians, mengatakan bahwa incremental, taktis keterlibatan digabungkan dengan keseluruhan strategi isolationist telah terluka - tidak membantu - US minat, yang dia " berpikir besar ". Indeed, she has been one of Washington's strongest proponents of a so-called 'grand bargain,' which would be comprehensive in scope. Bahkan, dia telah menjadi salah satu dari Washington's strongest proponents of so-called 'grand tawar,' yang akan di lingkup komprehensif.

"If President Obama is serious about diplomatic engagement with Iran, he needs to establish a comprehensive strategic framework for US-Iranian diplomacy at the outset," she wrote, "rather than waiting in vain for some measure of 'trust' to be established." "Jika Obama adalah Presiden serius tentang keterlibatan diplomatik dengan Iran, ia harus membentuk suatu kerangka strategis US-Iran diplomasi pada permulaan," dia menulis, "daripada menunggu dengan sembarangan untuk beberapa ukuran 'kepercayaan' yang akan didirikan. "

Still, with the elections months away, a grand strategy may even not be fully formulated until after Iranians go to the polls, said Ambassador James Dobbins, the director of the International Security and Defence Policy Centre at RAND Corporation and a former top-level, hot-spot diplomat. Meski demikian, dengan pemilihan tahun itu, sebuah grand strategi mungkin tidak sepenuhnya diformulasikan sampai setelah Iranians pergi ke polisi, "kata Duta Besar James Dobbins, direktur International Kebijakan Pertahanan dan Keamanan di Pusat Rand Corporation dan mantan top-level, hot-spot diplomat.

Dobbins warned that the Obama administration should not "rush" into a grand engagement, and be cautious around the elections "because we're not sure if we will be harmful or helpful." Dobbins peringatan bahwa Obama administrasi seharusnya tidak "rush" ke dalam sebuah grand keterlibatan, dan bertakwa sekitar Pilkada "karena kita tidak yakin jika kita akan berbahaya atau bermanfaat."

He did, however, say the US should take immediate steps to lift "prohibitions on US diplomats talking to Iranians, [restrictions] which treat them differently than other countries who we don't agree with." Dia, bagaimanapun, mengatakan AS harus segera mengambil langkah-langkah untuk mengangkat "prohibitions on US diplomat berbicara Iranians, [larangan] yang memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda dari negara-negara lain yang kita tidak setuju dengan."

"I think simply authorising diplomats to talk to Iranians in the normal course of events won't affect the Iranian elections," he said. "Saya kira cukup authorising diplomat untuk berbicara dengan Iranians dalam peristiwa biasa saja, tidak akan mempengaruhi Iran Pilkada," katanya.




Dalam Wawancara, Obama Talks dari 'Pendekatan Baru' untuk Iran - NYTimes.com


Iran's Ahmadinejad mengatakan tunggu untuk mengubah kebijakan AS

Oleh Raushan Nurshayeva

ASTANA (Reuters) - Iranian President Mahmoud Ahmadinejad Monday welcomed overtures by US President Barack Obama but said Tehran was waiting for concrete steps to back up his words. Astana (Reuters) - Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad Senin menyambut overtures oleh Presiden AS Barack Obama, tetapi Teheran mengatakan telah menunggu langkah konkret untuk melepaskan kata.

In a turnaround in US diplomacy, Obama has said he wants better ties with the Islamic Republic and offered a new start in relations after decades of mistrust. Siklus di dalam diplomasi AS, Obama telah mengatakan ia ingin hubungan baik dengan Republik Islam dan yang baru dalam hubungan mulai dari dekade setelah ketidakpercayaan. Iran has so far given a cautious response to Obama's overtures. Iran telah diberikan selama ini yang bertakwa tanggapan Obama's overtures.

Speaking in Kazakhstan during an official visit, Ahmadinejad said he welcomed "change and reform" but made it clear Tehran expected Washington to make the next move. Berbicara di Kazakhstan saat kunjungan resmi, Ahmadinejad mengatakan ia menyambut "perubahan dan reformasi" tetapi menjadi jelas Teheran Washington diharapkan untuk membuat berikutnya bergerak.

"We are waiting for this change," he said. "Kami sedang menunggu untuk perubahan ini," katanya. "We hope that his (Obama's) views are based on the necessity for reform and change of policy. We hope he can achieve that." "Kami berharap bahwa dia (Obama's) dilihat didasarkan pada keperluan untuk reformasi dan perubahan kebijakan. Kami berharap dia bisa mencapai itu."

The United States cut off ties with Tehran during the 1979-1981 crisis in which militant Iranian students held dozens of US diplomats hostage at the US embassy for 444 days. Amerika Serikat memutus hubungan dengan Teheran selama 1979-1981 krisis di Iran siswa militan yang diadakan puluhan sandera diplomat AS di kedutaan Amerika Serikat untuk 444 hari.

It has accused Iran of trying to develop nuclear weapons and suspects Iran uses its civilian nuclear program as a cover. Iran telah terdakwa yang mencoba untuk mengembangkan senjata nuklir Iran dan tersangka yang menggunakan program nuklir sipil sebagai penutup. Tehran says it is developing only peaceful nuclear energy. Teheran mengatakan itu hanya mengembangkan energi nuklir damai.

However, unlike his predecessor, George W. Bush, who described Iran as part of an "axis of evil" posing a security risk, Obama has shown a willingness to kickstart relations. Namun, dia tidak seperti pendahulunya, George W. Bush, yang dijelaskan Iran sebagai bagian dari "poros yang jahat" hal risiko keamanan, Obama telah menunjukkan kemauan untuk kickstart mitra.

He has also promised to improve ties with the Muslim world after the September 11 attacks, and wars in Iraq and Afghanistan. Dia juga telah berjanji akan meningkatkan hubungan dengan dunia Muslim setelah serangan 11 September dan perang di Irak dan Afghanistan.

In a speech to the parliament of largely Muslim Turkey on Monday, Obama said the United States "is not, and will never be, at war with Islam." Dalam pidato kepada parlemen Turki yang sebagian besar Muslim pada hari Senin, Obama mengatakan Amerika Serikat "tidak, dan tidak akan pernah, di perang dengan Islam."

GESTURES Gerak-gerik

He made early gestures to Iran during his inaugural address in January and last month released a video message to the Iranian regime and its people, urging a new beginning. Dia membuat awal gerak-gerik ke Iran selama alamat perdana di bulan Januari dan terakhir merilis sebuah pesan video kepada rezim Iran dan orang-orangnya, urging baru awal.

Then, Aliakbar Javanfekr, an aide to Ahmadinejad, said Iran was waiting for "practical steps" from the United States. Kemudian, Aliakbar Javanfekr, seorang aide ke Ahmadinejad mengatakan, Iran sedang menunggu untuk "langkah-langkah praktis" dari Amerika Serikat.

Iran's top authority, Supreme Leader Ayatollah Ali Khamenei, has said Obama's offer of better ties is a "slogan," but pledged Tehran would respond to any concrete policy shift. Kewenangan atas Iran, Pemimpin Agung Ayatollah Ali Khamenei, telah mengatakan Obama's menawarkan hubungan yang lebih baik adalah "slogan", tetapi Teheran berjanji akan merespons setiap kebijakan konkret shift.

While reaching out to Iran, Obama's administration has also warned of tougher sanctions if it continues to defy UN demands to halt its sensitive nuclear work. Sambil menjangkau Iran, Obama's administrasi juga peringatan sanksi yang ketat jika terus menentang tuntutan PBB untuk mempersinggah nya kerja nuklir sensitif.

In Prague Sunday, Obama said Iran had a "clear choice" of halting its nuclear activity or facing increased isolation. Continued... Di Praha Minggu, Obama mengatakan Iran mempunyai "jelas pilihan"-nya terputus-putus dari kegiatan nuklir atau menghadapi peningkatan isolasi.







Followers